Senin, 04 Oktober 2010

Puisi Kontemporer

CIRI-CIRI PUISI KONTEMPORER :

CIRI-CIRI PUISI KONTEMPORER

1.Unsur bunyi Dengan menggunakan rima dan repetisi

2. Tipografi Susunan baris atau bait puisi serta cara penulisan huruf

3. Enjabemen Pemotongan kalimat atau frasa pada akhir baris dan potongan lainnya diletakkan kembali pada baris berikutnya

4. Parodi atau unsur kelakar


1.. Mengidentifikasi Tema dan Ciri-ciri Puisi Kontemporer

Puisi kontemporer digolongkan ke dalam periode 70-an. Berikut ini tema yang dikemukakan dalam dekade ini. Coba Anda pahami!

a. tema protes yang ditujukan kepada kepincangan sosial dan dampak negatif dari industrialisasi

b. tema humanisme yang mengemukakan kesadaran bahwa manusia adalah subjek pembangunan dan bukan objek pembangunan.

c. tema yang mengungkapkan kehidupan batin yang religius dan cenderung kepada mistik

d. tema yang dilukiskan melalui alegor dan parabel

e. tema tentang perjuangan menegakkan hak-hak azasi manusia berupa perjuangan untuk kebebasan, persamaan hak, pemerataan, dan bebas dari cengkeraman dari teknologi modern.

f. tema kritik sosial terhadap tindakan sewenang-wenang dari mereka yang menyelewengkan kekuasaan dan jabatan.

Ciri-ciri puisi kontemporer, Anda perhatikan sebagai berikut!

a. puisi bergaya mantra dengan sarana kepuitisan berupa pengulangan kata, frasa, atau kalimat.

b. gaya bahasa paralelisme dikombinasi dengan gaya bahasa hiperbola dan enumerasi dipergunakan penyair untuk memperoleh efek pengucapan maksimal.

c. tipografi puisi dieksploitasi secara sugestif dan kata-kata nonsens dipergunakan dan diberi makna baru.

d. kata-kata dari bahasa daerah banyak dipergunakan untuk memberi efek kedaerahan dan efek ekspresif.

e. asosiasi bunyi banyak digunakan untuk memeroleh makna baru

f. banyak digunakan gaya penulisan prosais

g. banyak menggunakan kata-kata tabu

h. banyak ditulis puisi lugu untuk mengungkapkan gagasan secara polos.


------------------------------------------------------------------------------------
Hal-hal yang yang harus diperhatikan dalam memahami puisi kontemporer :

Hal-hal yang yang harus diperhatikan dalam memahami puisi kontemporer:

1. Tema

2. Ciri – ciri

3. Isi


Macam – macam Puisi Kontemporer :

Macam – macam Puisi Kontemporer Puisi Mantra Puisi Mbeling Puisi Konkret


Puisi Mantra :

Puisi Mantra Kata – kata yang digunakan berbentuk mantra


Contoh Puisi Mantra :

Contoh Puisi Mantra Hai Tok Mambang Putih, Tok Mambang Hitam, Yang diam di hutan dan matahari, Melimpahkan sekalian alam asalnya pawing, Menyampaikan sekalian hajatku, Melakukan kehendakku, Assalamualaikum !


Puisi Mbeling :

Puisi Mbeling puisi yang berisi kelakar, ejekan, kritik


Contoh Puisi Mbeling :

Contoh Puisi Mbeling SEBUAH PERINTAH Serbuuu………………….. Serbuuu………………….. Kota ini Dengan batu Sampai jadi debu Binasakan Semua Kecuali Mertuaku Yang dungu Dan lucu (Hardo Waluyo)


Puisi Konkret :

Puisi Konkret mementingkan bentuk garis / tipografi


Contoh Puisi Konkret :

Contoh Puisi Konkret Di Betul Kau pasti sedang menghitung berapa nasib lagi tinggal sebelum fajar terakhir kau tutup di kau maka ini lengkaplah sudah perhitungan di luar akal dan anggan-anggan di dalam hati kita tentang sesuatu yang tak bisa siapa pun menerangkan pada saat itu kau mungkin sedang di betulkan

Read More......

Unsur Instrinsik Dan Ekstrinsik

Yang dimaksud unsur-unsur intrinsik adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri.
Dibawah ini merupakan macam-macam unsur intrinsik:
I. TOKOH

Yang dimaksud dengan tokoh adalah individu ciptaan/rekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa atau lakukan dalam berbagai peristiwa cerita. Pada umumnya tokoh berwujud manusia, dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan.Berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita, tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral adalah tokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita. Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu

a. Tokoh sentral protagonis. Tokoh sentral protagonis adalah tokoh yang membawakan perwatakan positif atau menyampaikan nilai-nilai pisitif.

b. Tokoh sentral antagonis. Tokoh sentral antagonis adalah tokoh yang membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau menyampaikan nilai-nilai negatif.


Tokoh bawahan adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral. Tokoh bawahan dibedakan menjadi tiga, yaitu

a. Tokoh andalan. Tokoh andalan adalah tokoh bawahan yang menjadi kepercataan tokoh sentral (protagonis atau antagonis).

b. Tokoh tambahan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit sekali memegang peran dalam peristiwa cerita.

c. Tokoh lataran. Tokoh lataran adalah tokoh yang menjadi bagian atau berfungsi sebagai latar cerita saja.

Berdasarkan cara menampikan perwatakannya, tokoh dalam cerita dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

a. Tokoh datar/sederhana/pipih. Yaitu tokoh yang diungkapkan atau disoroti dari satu segi watak saja. Tokoh ini bersifat statis, wataknya sedikit sekali berubah, atau bahkan tidak berubah sama sekali (misalnya tokoh kartun, kancil, film animasi).

b. Tokoh bulat/komplek/bundar. Yaitu tokoh yang seluruh segi wataknya diungkapkan. Tokoh ini sangat dinamis, banyak mengalami perubahan watak.

II. PENOKOHAN

Yang dimaksud penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Ada beberapa metode penyajian watak tokoh, yaitu

a. Metode analitis/langsung/diskursif. Yaitu penyajian watak tokoh dengan cara memaparkan watak tokoh secara langsung.

b. Metode dramatik/taklangsung/ragaan. Yaitu penyajian watak tokoh melalui pemikiran, percakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang. Bahkan dapat pula dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh.

c. Metode kontekstual. Yaitu penyajian watak tokoh melalui gaya bahasa yang dipakai pengarang.

Menurut Jakob Sumardjo dan Saini KM., ada lima cara menyajikan watak tokoh, yaitu

a. Melalui apa yang dibuatnya, tindakan-tindakannya, terutama abagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.

b. Melalui ucapana-ucapannya. Dari ucapan kita dapat mengetahui apakah tokoh tersebut orang tua, orang berpendidikan, wanita atau pria, kasar atau halus.

c. Melalui penggambaran fisik tokoh.

d. Melalui pikiran-pikirannya

e. Melalui penerangan langsung.Tokoh dan latar memang merupakan dua unsur cerita rekaan yang erat berhubungan dan saling mendukung.
III. ALUR

Alur adalah urutaan atau rangkaian peristiwa dalam cerita rekaan. Urutan peristiwa dapat tersusun berdasarkan tiga hal, yaitu

a. Berdasarkan urutan waktu terjadinya. Alur dengan susunan peristiwa berdasarkan kronologis kejadian disebut alur linear

b. Berdasarkan hubungan kausalnya/sebab akibat. Alur berdasarkan hubungan sebab-akibat disebut alur kausal.

c. Berdasarkan tema cerita. Alur berdasarkan tema cerita disebut alur tematik.
Struktur Alur
Setiap karya sastra tentu saja mempunyai kekhususan rangkaian ceritanya. Namun demikian, ada beberapa unsur yang ditemukan pada hampir semua cerita. Unsur-unsur tersebut merupakan pola umum alur cerita. Pola umum alur cerita adalah
a. Bagian awal1. paparan (exposition)2. rangsangan (inciting moment)3. gawatan (rising action)
b. Bagian tengah4. tikaian (conflict)5. rumitan (complication)6. klimaks
c. Bagian akhir7. leraian (falling action)8. selesaian (denouement)
Bagian Awal Alur

Jika cerita diawali dengan peristiwa pertama dalam urutan waktu terjadinya, dikatakan bahwa cerita itu disusun ab ovo. Sedangkan jika yang mengawali cerita bukan peristiwa pertama dalam urutan waktu kejadian dikatakan bahwa cerita itu dudun in medias res.Penyampaian informasi pada pembaca disebut paparan atau eksposisi. Jika urutan konologis kejadian yang disajikan dalam karya sastra disela dengan peristiwa yang terjadi sebelumnya, maka dalam cerita tersebut terdapat alih balik/sorot balik/flash back. Sorot balik biasanya digunakan untuk menambah tegangan/gawatan, yaitu ketidakpastian yang berkepanjangan dan menjadi-jadi. Dalam membuat tegangan, penulis sering menciptakan regangan, yaitu proses menambah ketegangan emosional, sering pula menciptakan susutan, yaitu proses pengurangan ketegangan. Sarana lain yang dapat digunakan untuk menciptakan tegangan adalah padahan (foreshadowing), yaitu penggambaran peristiwa yang akan terjadi.
Bagian Tengah Alur

Tikaian adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan yang bertentangan. Perkembangan dari gejala mula tikaian menuju ke klimaks cerita disebut rumitan. Rumitan mempersiapkan pembaca untuk menerima seluruh dampak dari klimaks. Klimaks adalah puncak konflik antartokoh cerita.
Bagian Akhir Alur

Bagian sesudah klimaks adalah leraian, yaitu peristiwa yang menunjukkan perkembangan peristiwa ke arah selesaian. Selesaian adalah bagian akhir atau penutup cerita.Dalam membangun peristiwa-peristiwa cerita, ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan agar alur menjadi dinamis. Faktor-faktor penting tersebut adalaha. faktor kebolehjadian (pausibility). Yaitu peristiwa-peristiwa cerita sebaiknya meyakinkan, tidak selalu realistik tetapi masuk akal. Penyelesaian masalah pada akhir cerita sesungguhnya sudah terkandung atau terbayang di dalam awal cerita dan terbayang pada saat titik klimaks.b. Faktor kejutan. Yaitu peristiwa-peristiwa sebaiknya tidak dapat secara langsung ditebak/dikenali oleh pembaca.c. Faktor kebetulan. Yaitu peristiwa-peristiwa tidak diduga terjadi, secara kebetulan terjadi.Kombinasi atau variasi ketiga faktor tersebutlah yang menyebabkan peristiwa-peristiwa cerita menjadi dinamis.Selain itu ada hal yang harus dihindari dalam alur, yaitu lanturan atau digresi. Lanturan atau digresi adalah peristiwa atau episode yang tidak berhubungan dengan inti cerita atau menyimpang dari pokok persoalan yang sedang dihadapi dalam cerita.
Macam Alur

Pada umumnya orang membedakan alur menjadi dua, yaitu alur maju dan alur mundur. Yang dimaksud alur maju adalah rangkaian peristiwa yang urutannya sesuai dengan urutan waktu kejadian. Sedangkan yang dimaksud alur mundur adalah rangkaian peristiwa yang susunannya tidak sesuai dengan urutan waktu kejadian. Pembagian seperti itu sebenarnya hanyalah salah satu pembagian jenis alur yaitu pembagian alur berdasarkan urutan waktu. Secara lebih lengkap dapat dikatakan bahwa ada tiga macam alur, yaitu: alur berdasarkan urutan waktu. alur berdasarkan urutan sebab-akibat. Alur berdasarkan tema. Dalam cerita yang beralur tema setiap peristiwa seolah-olah berdiri sendiri. Kalau salah satu episode dihilangkan cerita tersebut masih dapat dipahami. Dalam hubungannya dengan alur, ada beberapa istilah lain yang perlu dipahami. Pertama, alur bawahan. Alur bawahan adalah alur cerita yang ada di samping alur cerita utama. Kedua, alur linear. Alur linear adalah rangkaian peristiwa dalam cerita yang susul-menyusul secara temporal. Ketiga, alur balik. Alur balik sama dengan sorot balik atau flash back. Keempat, alur datar. Alur datar adalah alur yang tidak dapat dirasakan adanya perkembangan cerita dari gawatan, klimaks sampai selesaian. Kelima, alur menanjak. Alur menanjak adalah alur yang jalinan peristiwanya semakin lama semakin menanjak atau rumit.

IV. LATAR

Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar meliputi penggambaran letak geografis (termasuk topografi, pemandangan, perlengkapan, ruang), pekerjaan atau kesibukan tokoh, waktu berlakunya kejadian, musim, lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional tokoh.
MACAM LATAR

Latar dibedakan menjadi dua, yaitu 1. Latar fisik/material. Latar fisik adalah tempat dalam ujud fisiknya (dapat dipahami melalui panca indra).Latar fisik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Latar netral, yaitu latar fisik yang tidak mementingkan kekhususan waktu dan tempat , b. Latar spiritual, yaitu latar fisik yang menimbulkan dugaan atau asosiasi pemikiran tertentu. 2. Latar sosial. Latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok sosial dan sikap, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa, dan lain-lain.
FUNGSI LATAR

Ada beberapa fungsi latar, antara lain: 1. memberikan informasi situasi sebagaimana adanya 2. memproyeksikan keadaan batin tokoh. 3. mencitkana suasana tertentu 4. menciptakan kontras

V. TEMA DAN AMANAT

Gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra disebut tema. Ada beberapa macam tema, yaitua. Ada tema didaktis, yaitu tema pertentangan antara kebaikan dan kejahatan. Ada tema yang dinyatakan secara eksplisitc. Ada tema yang dinyatakan secara simbolikd. Ada tema yang dinyatakan dalam dialog tokoh utamanya Dalam menentukan tema cerita, pengarang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: niat pribadi, selera pembaca, keinginan penerbit atau penguasa Kadang-kadang terjadi perbedaan antara gagasan yang dipikirkan oleh pengarang dengan gagasan yang dipahami oleh pembaca melalui karya sastra. Gagasan sentral yang terdapat atau ditemukan dalam karya sastra disebut makna muatan, sedangkan makna atau gagasan yang dimaksud oleh pengarang (pada waktu menyusun cerita tersebut) disebut makna niatan.Ada beberapa faktor yang menyebabkan makna aniatan kadang-kadang tidak sama dengan makna muatan: a. pengarang kurang pandai menjabarkan tema yang dikehendakinya di dalam karyanya. b. Beberapa pembaca berbeda pendapat tentang gagasan dasar suatu karta.Yang diutamakan adalah bahwa penafsiran itu dapat dipertanggungjawabkan dengan adanya unsur-unsur di dalam karya sastra yang menunjang tafsiran tersebut.Dalam suatu karya sastra ada tema sentral dan ada pula tema samapingan. Yang dimaksud tema sentral adalah tema yang menjadi pusat seluruh rangkaian peristiwa dalam cerita. Yang dimaksud tema sampingan adalah tema-tema lain yang mengiringi tema sentral.Ada tema yang terus berulang dan dikaitkan dengan tokoh, latar, serta unsur-unsur lain dalam cerita. Tema semacam itu disebut leitmotif. Leitmotif ini mengantar pembaca pada suatu amanat. Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Amanat dapat disampaikan secara implisit yaitu dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir, dapat pula secara eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, larangan yang berhubungan dengan gagasan utama cerita.

VI. POINT OF VIEW

Bennison Gray membedakan pencerita menjadi pencerita orang pertama dan pencerita orang ketiga.1. Pencerita orang pertama (akuan).Yang dimaksud sudut pandang orang pertama adalah cara bercerita di mana tokoh pencerita terlibat langsung mengalami peristiwa-peristiwa cerita. Ini disebut juga gaya penceritaan akuan.Gaya penceritaan akuan dibedakan menjadi dua, yaitu

1. Pencerita akuan sertaan, yaitu pencerita akuan di mana pencnerita menjadi tokoh sentral dalam cerita tersebut.
2. Pencerita akuan taksertaan, yaitu pencerita akuan di mana pencerita tidak terlibat menjadi tokoh sentral dalam cerita tersebut.

2. Pencerita orang ketiga (diaan).Yang dimaksud sudut pandang orang ketiga adalah sudut pandang bercerita di mana tokoh pencnerita tidak terlibat dalam peristiwa-peristiwa cerita. Sudut pandang orang ketiga ini disebut juga gaya penceritaan diaan. Gaya pencerita diaan dibedakan menjadi dua, yaitu

1. Pencerita diaan serba tahu, yaitu pencerita diaan yang tahu segala sesuatu tentang semua tokoh dan peristiwa dalam cerita. Tokoh ini bebas bercerita dan bahkan memberi komentar dan penilaian terhadap tokoh cerita.
2. Pencerita diaan terbatas, yaitu pencerita diaan yang membatasi diri dengan memaparkan atau melukiskan lakuan dramatik yang diamatinya. Jadi seolah-olah dia hanya melaporkan apa yang dilihatnya saja.

Kadang-kadang orang sulit membedakan antara pengarang dengan tokoh pencerita. Pada prinsipnya pengarang berbeda dengan tokoh pencerita. Tokoh pencerita merupakan individu ciptaan pengarang yang mengemban misi membawakan cerita. Ia bukanlah pengarang itu sendiri. Jakob Sumardjo membagi point of view menjadi empat macam, yaitu: a. Sudut penglihatan yang berkuasa (omniscient point of view). Pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya. Ia tahu segalanya. b. Sudut penglihatan obyektif (objective point of view). Pengarang serba tahu tetapi tidak memberi komentar apapun. Pembaca hanya disuguhi pandangan mata, apa yang seolah dilihat oleh pengarang. c. Point of view orang pertama. Pengarang sebagai pelaku cerita. d. Point of view peninjau. Pengarang memilih salah satu tokohnya untuk bercerita. Seluruh kejadian kita ikuti bersama tokoh ini. Menurut Harry Shaw, sudut pandang dalam kesusastraan mencakup: a. Sudut pandang fisik. Yaitu sudut pandang yang berhubungan dengan waktu dan ruang yang digunakan pengarang dalam mendekati materi cerita. b. Sudut pandang mental. Yaitu sudut pandang yang berhubungan dengan perasaan dan sikap pengarang terhadap masalah atau peristiwa yang diceritakannya. c. Sudut pandang pribadi. Adalah sudut pandang yang menyangkut hubungan atau keterlibatan pribadi pengarang dalam pokok masalah yang diceritakan. Sudut pandang pribadi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu pengarang menggunakan sudut pandang tokoh sentral, pengarang menggunakan sudut pandang tokoh bawahan, dan pengarang menggunakan sudut pandang impersonal (di luar cerita). Menurut Cleanth Brooks, fokus pengisahan berbeda dengan sudut pandang. Fokus pengisahan merupakan istilah untuk pencerita, sedangkan sudut pandang merupakan istilah untuk pengarang. Tokoh yang menjadi fokus pengisahan merupakan tokoh utama cerita tersebut. Fokus pengisahan ada empat, yaitu: a. Tokoh utama menyampaikan kisah dirinya. b. Tokoh bawahan menyampaikan kisah tokoh utama. c. Pengarang pengamat menyampaikan kisah dengan sorotan terutama kepada tokoh utama. d. Pengarang serba tahu.


VII PENGGUNAAN BAHASA



Dalam menuangkan idenya, penulis biasa memilih kata-kata yang dipakainya sedemikian rupa sehingga segala pesannya sampai kepada pembaca. Selain itu, teknik penggunaan bahasa yang baik juga membuat tulisan menjadi indah dan mudah dikenang. Teknik berbahasa ini misalnya penggunaan majas, idiom dan peribahasa.



UNSUR EKSTRINSIK

Unsur ekstrinsik adalah unsure-unsur yang terdapat di luar isi cerita atau unsur-unsur yang mendukung penciptaan suatu karya satra.

Yang termasuk unsur ekstrinsik :


A. CITRAAN

Yaitu daya bayang yang dihasilkan dari pengolahan kata-kata secara sungguh-sugguh. Penciptaan itu bisa melalui indra penglihatan , pendengaran, penciuman, peraba,dan pengecap.


B. LATAR BELAKANG PENGARANG


Dalam penciptaan suatu karya setiap pengarang mempunyai latar belakang masing-masing. Berdasarkan latar belakang itu, terciptalah suatu karya sastra yang bersifat ekspresi atau curahan hati secara langsung dan yang bersifat impersi atau kesan yang dilihat. Selanjutnya setiap curahan hati atau kesan itu diungkapkan sesuai dengan sikap pegarang. Setiap pengarang mempunyai sikap-sikap tertentu dalam menyajikan karyanya. Ada yang bersifat marah, benci, kagum terharu, prihati dan sebagainya.

Read More......

Puisi Lama

A. PENGERTIAN

Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan.
Aturan- aturan Dalam puisi lama :

Ø Jumlah kata dalam 1 baris

Ø Jumlah baris dalam 1 bait

Ø Persajakan (rima)

Ø Banyak suku kata tiap baris

Ø Irama



B. CIRI-CIRI

Ø Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.

Ø Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.

Ø Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.


C. MACAM-MACAM PUISI LAMA

1.. MANTRA
Mantra adalah merupakan puisi tua, keberadaannya dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat dan kepercayaan.

Ciri-ciri Mantra :

Ø Berirama akhir abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde.

Ø Bersifat lisan, sakti atau magis.

Ø Adanya perulangan.

Ø Metafora merupakan unsur penting.

Ø Bersifat esoferik (bahasa khusus antara pembicara dan lawan bicara) dan misterius.

Ø Lebih bebas dibanding puisi rakyat lainnya dalam hal suku kata, baris dan persajakan.


Contoh :

Assalammu’alaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu




2.GURINDAM
Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari Tamil (India)

Ciri-ciri Guridam :

Ø Sajak akhir berirama a – a ; b – b; c – c dst.

Ø Berasal dari Tamil (India)

Ø Isi dan tema yang terkandung di dalamnya yaitu mengandung nasihat, bersifat mendidik, sertabanyakberisikan masalah agama


Contoh :
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan sembahyang ( b )
Bagai rumah tiada bertiang ( b )
Jika suami tiada berhati lurus ( c )
Istri pun kelak menjadi kurus ( c )

Jika kita rajin belajar (a)
Pastilah kita menjadi pintar (a)


Barang siapa mengenal Allah (a)
Suruh dan tegahnya tiada ia mengalah (a)
Barang siapa mengenal diri (b)
Maka telah mengenal Tuhan yang bahri (b)
Barang siapa mengenal dunia (c)
Tahulah ia barang yang terpedaya (c)


“Guridam 12”, karya Ali Haji

1. Awal diingat di akhir tidak (a)

2. Alamat badan akan rusak (a)

3. Barang siapa mengenal dua (a)

4. Tahulah dia barang terperdaya (a)

5. Mengumpat dan memuji hendaklah pikir (a)

6. Di situlah banyak orang tergelincir (a)

7. Barang siapa meninggalkan sembahyang (a)

8. Seperti rumah tak bertiang (a)

9. Jika hendak mengenal orang berbangsa (a)

10. Lihatlah kepada budi dan bahasa (a)

11. Apabila anak tidak dilatih (a)

12. Jika besar ibu bapaknya letih (a)





3. SYAIR
Syair adalah puisi lama yang berasal dari Arab.

Ciri-ciri Syair :

Ø Setiap bait terdiri dari 4 baris

Ø Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata

Ø Bersajak a – a – a – a

Ø Isi semua tidak ada sampiran

Ø Berasal dari Arab


Contoh :
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)

Negeri bernama Pasir Luhur (a)
Tanahnya luas lagi subur (a)
Rakyat teratur hidupnya makmur (a)
Rukun raharja tiada terukur (a)
Raja bernama Darmalaksana (a)
Tampan rupawan elok parasnya (a)
Adil dan jujur penuh wibawa (a)
Gagah perkasa tiada tandingnya (a)


Elok rupamu merayu-rayu (a)
Mentari jingga menerpanmu (a)
Angin menyanyi di sela riuhmu (a)
Nyiur menari menikmatimu (a)
Nyiur terlena di atas pelanamu (a)
Insan tertawa memandang senyumanmu (a)
Air gemercik membasahimu (a)
Duhai pertiei harapan rindu (a)


Ya Illahi Khalikul Bahri (a)

Nasibku malang tidak pergi (a)

Ditinggalkan suami seorang diri (a)

Bakal sengsara setiap hari (a)




4.PANTUN
Pantun adalah puisi Melayu asli yang cukup mengakar dan membudaya dalam masyarakat.

Ciri-ciri Pantun :

Ø Setiap bait terdiri 4 baris

Ø Baris 1 dan 2 sebagai sampiran

Ø Baris 3 dan 4 merupakan isi

Ø Bersajak a – b – a – b

Ø Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata

Ø Berasal dari Melayu (Indonesia)


Contoh :

Ada pepaya ada mentimun (a)
Ada mangga ada salak (b)

Daripada duduk melamun (a)
Mari kita membaca sajak (b)





MACAM-MACAM PANTUN


DILIHAT DARI BENTUKNYA


A. PANTUN BIASA
Pantun biasa sering juga disebut pantun saja.
Contoh :

Kalau ada jarum patah
Jangan dimasukkan ke dalam peti
Kalau ada kataku yang salah
Jangan dimasukan ke dalam hati


B. SELOKA (PANTUN BERKAIT)
Seloka adalah pantun berkait yang tidak cukup dengan satu bait saja sebab pantun berkait merupakan jalinan atas beberapa bait.


Ciri-ciri Seloka :

Ø Baris kedua dan keempat pada bait pertama dipakai sebagai baris pertama dan ketiga bait kedua.

Ø Baris kedua dan keempat pada bait kedua dipakai sebagai baris pertama dan ketiga bait ketiga

Ø Dan seterusnya

Contoh :
Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan

Kayu jati bertimbal jalan,
Turun angin patahlah dahan
Ibu mati bapak berjalan,
Ke mana untung diserahkan


Seganda gugur di halaman

Daun melayang masuk kulah

Dengan adinda minta berkenalan

Rindunya bukan ulah-ulah

Daun melayang masuk kulah

Batang berangan di tepi paya

Rindunyabukan ulah-ulah

Jangan tuan tidak percaya

Batang berangan di tepi paya

Mari di jolok dengan galah

Jika tuan tidak percaya

Mari bersumpah kallamulah



C. TALIBUN
Talibun adalah pantun jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi harus genap misalnya 6, 8, 10 dan seterusnya.
Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi.
Jika satiu bait berisi delapan baris, susunannya empat sampiran dan empat isi.
Jadi :
Apabila enam baris sajaknya a – b – c – a – b – c.
Bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a – b – c – d – a – b – c – d


Contoh :
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu

Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu


Selasih di rimba Jambi

Rotan ditarik orang pauh

Putus akarnya di jerami

Kasih pun baru dimulai

Tuan bawa berjalan jauh

Itu menghina hati kami


D. PANTUN KILAT ( KARMINA )
Ciri-ciri Karmina :

Ø Setiap bait terdiri dari 2 baris

Ø Baris pertama merupakan sampiran

Ø Baris kedua merupakan isi

Ø Bersajak a – a

Ø Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata


Contoh :

Dahulu parang, sekarang besi (a)
Da hulu sayang sekarang benci (a)


Sudah gaharu cendana pula (a)
Sudah tahu masih bertanya pula (a)


Bandung dulu baru jakarta (a)
Senyum dulu baru di baca (a)




DILIHAT DARI ISINYA

A. PANTUN ANAK-ANAK

Contoh :

Elok rupanya si kumbang jati
Dibawa itik pulang petang
Tidak terkata besar hati
Melihat ibu sudah datang



B. PANTUN ORANG MUDA
Contoh :

Tanam melati di rama-rama
Ubur-ubur sampingan dua
Sehidup semati kita bersama
Satu kubur kelak berdua


Apa guna pasang pelita
Jika dengan sumbunya
Apa guna bermain mata
Kalau tidak dengan sungguhnya



C. PANTUN ORANG TUA
Contoh :

Asam kandis asam gelugur
Kedua asam riang-riang
Menangis mayat di pintu kubur
Teringat badan tidak sembahyang


Kalau tuan hendak ke Padang

Jangan lupa beli tali

Kalau tuan hendak berdagang

Jangan lupa memuja Illahi


D. PANTUN JENAKA
Contoh :

Elok rupanya pohon belimbing
Tumbuh dekat pohon mangga
Elok rupanya berbini sumbing
Biar marah tertawa juga


Nonton tv filmnya aci
Sambil nonton makan kuaci
Kalau kakak sudah benci
Tutup pintu lalu kunci

Ikan bandeng jangan di panggang
Kalau di panggang banyak minyaknya
Cowok ganteng jangan di pandang
Kalau di pandang banyak laganya



E. PANTUN TEKA-TEKI
Contoh :

Kalau puan, puan cemara
Ambil gelas di dalam peti
Kalau tuan bijak laksana
Binatang apa tanduk di kaki


Ada sebiji roda pedati
Bentuknya bulat daripada besi
Bila bermain diikat sekuat hati
Bilempar hidup dipegang mati?



F. PANTUN NASIHAT

Contoh :

Dari hulu membawa pisau tumpul
Tiba di hilir dapat ikan basah
Dari dulu sama-sama berkumpul
Tiba esok selamat berpisah


Beli sekayu kainkasa
Cukup diukur dengan lerengnya
Bangsa melayu menjaga bahasa
Lengkap dengan sopan adapnya

Read More......

Sabtu, 02 Oktober 2010

Sastrawan Indonesia

Abdoel Moeis (lahir di Sungai Puar, Bukittinggi, Sumatera Barat, 3 Juli 1883 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 17 Juni 1959 pada umur 75 tahun) adalah seorang sastrawan dan wartawan Indonesia. Pendidikan terakhirnya adalah di Stovia (sekolah kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia), Jakarta akan tetapi tidak tamat. Ia juga pernah menjadi anggota Volksraad pada tahun 1918 mewakili Centraal Sarekat Islam. Ia dimakamkan di TMP Cikutra – Bandung dan dikukuhkan sebagai pahlawan nasional oleh Presiden RI, Soekarno, pada 30 Agustus 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 218 Tahun 1959, tanggal 30 Agustus 1959).

Dia pernah bekerja sebagai klerk di Departemen Buderwijs en Eredienst dan menjadi wartawan di Bandung pada surat kabar Belanda, Preanger Bode dan majalah Neraca pimpinan Haji Agus Salim. Dia sempat menjadi Pemimpin Redaksi Kaoem Moeda sebelum mendirikan surat kabar Kaoem Kita pada 1924. Selain itu ia juga pernah aktif dalam Sarekat Islam dan pernah menjadi anggota Dewan Rakyat yang pertama (1920-1923). Setelah kemerdekaan, ia turut membantu mendirikan Persatuan Perjuangan Priangan

karya karya

Salah Asuhan (novel, 1928, difilmkan Asrul Sani, 1972)

Pertemuan Jodoh (novel, 1933)

Surapati (novel, 1950)

Robert Anak Surapati(novel, 1953)

KH. A. Mustofa Bisri, kini Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin Leteh Rembang dan menjadi Rais Syuriah PBNU. Dilahirkan di Rembang, 10 Agustus 1944. Belajar di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta, dan Universitas Al-Azhar Kairo, disamping di pesantren ayahnya sendiri, Raudlatuth Tholibin Rembang.

Disamping budayawan, dia juga dikenal sebagai penyair. Karya-karyanya yang telah diterbitkan, antara lain, Dasar-dasar Islam (terjemahan, Penerbit Abdillah Putra Kendal, 1401 H), Ensklopedi Ijma’ (terjemahan bersama KH. M.A. Sahal Mahfudh, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1987), Nyamuk-Nyamuk Perkasa dan Awas, Manusia (gubahan cerita anak-anak, Gaya Favorit Press Jakarta, 1979), Kimiya-us Sa’aadah (terjemahan bahasa Jawa, Assegaf Surabaya), Syair Asmaul Husna (bahasa Jawa, Penerbit Al-Huda Temanggung), Ohoi, Kumpulan Puisi Balsem (Pustaka Firdaus, Jakarta, 1991,1994), Tadarus, Antalogi Puisi (Prima Pustaka Yogya, 1993), Mutiara-mutiara Benjol (Lembaga Studi Filsafat Islam Yogya, 1994), Rubaiyat Angin dan Rumput (Majalah Humor dan PT. Matra Media, Cetakan II, Jakarta, 1995), Pahlawan dan Tikus (kumpulan pusisi, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1996), Mahakiai Hasyim Asy’ari (terjemahan, Kurnia Kalam Semesta Yogya, 1996), Metode Tasawuf Al-Ghazali (tejemahan dan komentar, Pelita Dunia Surabaya, 1996), Saleh Ritual Saleh Sosial (Mizan, Bandung, Cetakan II, September 1995), Pesan Islam Sehari-hari (Risalah Gusti, Surabaya, 1997), Al-Muna (Syair Asmaul Husna, Bahasa Jawa, Yayasan Pendidikan Al-Ibriz, Rembang, 1997). dan juga Fikih Keseharian (Yayasan Pendidikan Al-Ibriz, Rembang, bersama Penerbit Al-Miftah, Surabaya, Juli 1997).

Tengku Amir Hamzah yang bernama lengkap Tengku Amir Hamzah Pangeran Indera Putera (lahir di Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Timur, 28 Februari 1911 – meninggal di Kuala Begumit, 20 Maret 1946 pada umur 35 tahun) adalah seorang sastrawan Indonesia angkatan Pujangga Baru. Ia lahir dalam lingkungan keluarga bangsawan Melayu (Kesultanan Langkat) dan banyak berkecimpung dalam alam sastra dan kebudayaan Melayu.

Amir Hamzah bersekolah menengah dan tinggal di Pulau Jawa pada saat pergerakan kemerdekaan dan rasa kebangsaan Indonesia bangkit. Pada masa ini ia memperkaya dirinya dengan kebudayaan modern, kebudayaan Jawa, dan kebudayaan Asia yang lain.

Dalam kumpulan sajak Buah Rindu (1941) yang ditulis antara tahun 1928 dan tahun 1935 terlihat jelas perubahan perlahan saat lirik pantun dan syair Melayu menjadi sajak yang lebih modern. Bersama dengan Sutan Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane ia mendirikan majalah Pujangga Baru (1933), yang kemudian oleh H.B. Jassin dianggap sebagai tonggak berdirinya angkatan sastrawan Pujangga Baru. Kumpulan puisi karyanya yang lain, Nyanyi Sunyi (1937), juga menjadi bahan rujukan klasik kesusastraan Indonesia. Ia pun melahirkan karya-karya terjemahan, seperti Setanggi Timur (1939), Bagawat Gita (1933), dan Syirul Asyar (tt.).

Amir Hamzah tidak hanya menjadi penyair besar pada zaman Pujangga Baru, tetapi juga menjadi penyair yang diakui kemampuannya dalam bahasa Melayu-Indonesia hingga sekarang. Di tangannya Bahasa Melayu mendapat suara dan lagu yang unik yang terus dihargai hingga zaman sekarang.

Amir Hamzah terbunuh dalam Revolusi Sosial Sumatera Timur yang melanda pesisir Sumatra bagian timur di awal-awal tahun Indonesia merdeka. Ia wafat di Kuala Begumit dan dimakamkan di pemakaman Mesjid Azizi, Tanjung Pura, Langkat. Ia diangkat menjadi Pahlawan Nasional Indonesia.

Armijn Pane

Armijn Pane (lahir di Muara Sipongi, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 18 Agustus 1908 – meninggal di Jakarta, 16 Februari 1970 pada umur 61 tahun) adalah seorang penulis yang terkenal keterlibatannya dengan majalah Pujangga Baru. Bersama Sutan Takdir Alisjahbana dan Amir Hamzah, Armijn Pane mampu mengumpulkan penulis-penulis dan pendukung lainnya dari seluruh penjuru Hindia Belanda untuk memulai sebuah pergerakan modernisme sastra.

Selain menulis puisi dan novel, Armijn Pane juga menulis kritik sastra. Tulisan-tulisannya yang terbit pada Pujangga Baru, terutama di edisi-edisi awal menunjukkan wawasannya yang sangat luas dan, dibandingkan dengan beberapa kontributor lainnya seperti Sutan Takdir Alisjahbana dan saudara laki-laki Armijn, Sanusi Pane, kemampuan menilai dan menimbang yang adil dan tidak terlalu terpengaruhi suasana pergerakan nasionalisme yang terutama di perioda akhir Pujangga Baru menjadi sangat politis dan dikotomis.

Salah satu karya sastranya yang paling terkenal ialah novel Belenggu.

Bibliografi

Puisi

Gamelan Djiwa. Jakarta: Bagian Bahasa Djawa. Kebudayaan Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. 1960

Djiwa Berdjiwa, Jakarta: Balai Pustaka. 1939.

Novel

Belenggu, Jakarta: Dian Rakyat. Cet. I 1940, IV 1954, Cet. IX 1977, Cet. XIV 1991

Kumpulan Cerpen

Djinak-Djinak Merpati. Jakarta: Balai Pustaka, Cet. I 1940

Kisah Antara Manusia. Jakarta; Balai Pustaka, Cet I 1953, II 1979

Drama

Antara Bumi dan Langit”. 1951. Dalam Pedoman, 27 Februari 1951.

Chairil Anwar (lahir di Medan, Sumatera Utara, 26 Juli 1922 – meninggal di Jakarta, 28 April 1949 pada umur 26 tahun) atau dikenal sebagai “Si Binatang Jalang” (dalam karyanya berjudul Aku [2]) adalah penyair terkemuka Indonesia. Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, ia dinobatkan oleh H.B. Jassin sebagai pelopor Angkatan ’45 dan puisi modern Indonesia.

Chairil Anwar dilahirkan di Medan, merupakan anak tunggal. Ayahnya bernama Toeloes, mantan bupati Indragiri Riau, berasal dari nagari Taeh Baruah, Limapuluh Kota, Sumatra Barat. Sedangkan dari pihak ibunya, Saleha yang berasal dari nagari Situjuh, Limapuluh Kota dia masih punya pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia.

Chairil masuk sekolah Holland Indische school (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi waktu penjajah Belanda. Dia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs, sekolah menengah pertama belanda, tetapi dia keluar sebelum lulus. Dia mulai untuk menulis sebagai seorang remaja tetapi tak satupun puisi awalnya yang ditemukan.

Pada usia sembilan belas tahun, setelah perceraian orang-tuanya, Chairil pindah dengan ibunya ke Jakarta di mana dia berkenalan dengan dunia sastera. Meskipun pendidikannya tak selesai, Chairil menguasai bahasa Inggris, bahasa Belanda dan bahasa Jerman, dan dia mengisi jam-jamnya dengan membaca pengarang internasional ternama, seperti: Rainer M. Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, H. Marsman, J. Slaurhoff dan Edgar du Perron. Penulis-penulis ini sangat mempengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung mempengaruhi puisi tatanan kesusasteraan Indonesia.

Masa Dewasa

Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia sastera setelah pemuatan tulisannya di “Majalah Nisan” pada tahun 1942, pada saat itu dia baru berusia dua puluh tahun. Hampir semua puisi-puisi yang dia tulis merujuk pada kematian.[3]. Chairil ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta jatuh cinta pada Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya.[4]

Semua tulisannya yang asli, modifikasi, atau yang diduga diciplak dikompilasi dalam tiga buku : Deru Campur Debu (1949); Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949); dan Tiga Menguak Takdir (1950, kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin).

Akhir Hidup

Vitalitas puitis Chairil tidak pernah diimbangi kondisi fisiknya, yang bertambah lemah akibat gaya hidupnya yang semrawut. Sebelum dia bisa menginjak usia dua puluh tujuh tahun, dia sudah kena sejumlah penyakit. Chairil Anwar meninggal dalam usia muda karena penyakit TBC. Dia dikuburkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. Makamnya diziarahi oleh ribuan pengagumnya dari zaman ke zaman. Hari meninggalnya juga selalu diperingati sebagai Hari Chairil Anwar.

Buku-buku

Deru Campur Debu (1949)

Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus (1949)

Tiga Menguak Takdir (1950) (dengan Asrul Sani dan Rivai Apin)

“Aku Ini Binatang Jalang: koleksi sajak 1942-1949″, diedit oleh Pamusuk Eneste, kata penutup oleh Sapardi Djoko Damono (1986)

Derai-derai Cemara (1998)

Pulanglah Dia Si Anak Hilang (1948), terjemahan karya Andre Gide

Kena Gempur (1951), terjemahan karya John Steinbeck

Terjemahan ke dalam bahasa asing

Karya-karya Chairil juga banyak diterjemahkan ke dalam bahasa asing, antara lain bahasa Inggris, Jerman dan Spanyol. Terjemahan karya-karyanya di antaranya adalah:

“Sharp gravel, Indonesian poems”, oleh Donna M. Dickinson (Berkeley? California, 1960)

“Cuatro poemas indonesios [por] Amir Hamzah, Chairil Anwar, Walujati” (Madrid: Palma de Mallorca, 1962)

Chairil Anwar: Selected Poems oleh Burton Raffel dan Nurdin Salam (New York, New Directions, 1963)

“Only Dust: Three Modern Indonesian Poets”, oleh Ulli Beier (Port Moresby [New Guinea]: Papua Pocket Poets, 1969)

The Complete Poetry and Prose of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Burton Raffel (Albany, State University of New York Press, 1970)

The Complete Poems of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Liaw Yock Fang, dengan bantuan H. B. Jassin (Singapore: University Education Press, 1974)

Feuer und Asche: sämtliche Gedichte, Indonesisch/Deutsch oleh Walter Karwath (Wina: Octopus Verlag, 1978)

The Voice of the Night: Complete Poetry and Prose of Chairil Anwar, oleh Burton Raffel (Athens, Ohio: Ohio University, Center for International Studies, 1993)

Karya-karya tentang Chairil Anwar

Chairil Anwar: memperingati hari 28 April 1949, diselenggarakan oleh Bagian Kesenian Djawatan Kebudajaan, Kementerian Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan (Djakarta, 1953)

Boen S. Oemarjati, “Chairil Anwar: The Poet and his Language” (Den Haag: Martinus Nijhoff, 1972).

Abdul Kadir Bakar, “Sekelumit pembicaraan tentang penyair Chairil Anwar” (Ujung Pandang: Lembaga Penelitian dan Pengembangan Ilmu-Ilmu Sastra, Fakultas Sastra, Universitas Hasanuddin, 1974)

S.U.S. Nababan, “A Linguistic Analysis of the Poetry of Amir Hamzah and Chairil Anwar” (New York, 1976)

Arief Budiman, “Chairil Anwar: Sebuah Pertemuan” (Jakarta: Pustaka Jaya, 1976)

Robin Anne Ross, Some Prominent Themes in the Poetry of Chairil Anwar, Auckland, 1976

H.B. Jassin, “Chairil Anwar, pelopor Angkatan ’45, disertai kumpulan hasil tulisannya”, (Jakarta: Gunung Agung, 1983)

Husain Junus, “Gaya bahasa Chairil Anwar” (Manado: Universitas Sam Ratulangi, 1984)

Rachmat Djoko Pradopo, “Bahasa puisi penyair utama sastra Indonesia modern” (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985)

Sjumandjaya, “Aku: berdasarkan perjalanan hidup dan karya penyair Chairil Anwar (Jakarta: Grafitipers, 1987)

Pamusuk Eneste, “Mengenal Chairil Anwar” (Jakarta: Obor, 1995)

Zaenal Hakim, “Edisi kritis puisi Chairil Anwar” (Jakarta: Dian Rakyat, 1996)

Read More......

Pengertian Drama Dan Macam Drama

Drama adalah suatu aksi atau perbuatan (bahasa yunani). Sedangkan dramatik adalah jenis karangan yang dipertunjukkan dalam suatu tingkah laku, mimik dan perbuatan. Sandiwara adalah sebutan lain dari drama di mana sandi adalah rahasia dan wara adalah pelajaran. Orang yang memainkan drama disebut aktor atau lakon.


Drama menurut masanya dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu drama baru dan drama lama.

1. Drama Baru / Drama Modern
Drama baru adalah drama yang memiliki tujuan untuk memberikan pendidikan kepada mesyarakat yang umumnya bertema kehidupan manusia sehari-hari.


2. Drama Lama / Drama Klasik
Drama lama adalah drama khayalan yang umumnya menceritakan tentang kesaktian, kehidupan istanan atau kerajaan, kehidupan dewa-dewi, kejadian luar biasa, dan lain sebagainya.

Macam-Macam Drama Berdasarkan Isi Kandungan Cerita :


1. Drama Komedi
Drama komedi adalah drama yang lucu dan menggelitik penuh keceriaan.


2. Drama Tragedi
Drama tragedi adalah drama yang ceritanya sedih penuh kemalangan.


3. Drama Tragedi Komedi
Drama tragedi-komedi adalah drama yang ada sedih dan ada lucunya.


4. Opera
Opera adalah drama yang mengandung musik dan nyanyian.


5. Lelucon / Dagelan
Lelucon adalah drama yang lakonnya selalu bertingkah pola jenaka merangsang gelak tawa penonton.


6. Operet / Operette
Operet adalah opera yang ceritanya lebih pendek.


7. Pantomim
Pantomim adalah drama yang ditampilkan dalam bentuk gerakan tubuh atau bahasa isyarat tanpa

pembicaraan.


8. Tablau
Tablau adalah drama yang mirip pantomim yang dibarengi oleh gerak-gerik anggota tubuh dan mimik wajah pelakunya.


9. Passie
Passie adalah drama yang mengandung unsur agama / relijius.


10. Wayang
Wayang adalah drama yang pemain dramanya adalah boneka wayang. Dan lain sebagainya.

Read More......

Rabu, 29 September 2010

Jenis - Jenis Puisi

Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru.



PUISI LAMA

Ciri-ciri puisi lama:

*

Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
*

Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
*

Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.

Yang termasuk puisi lama adalah:

*

Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
*

Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
*

Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
*

Seloka adalah pantun berkait.
*

Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat.
*

Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita.
*

Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.


PUISI BARU


Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama, baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima. Menurut isinya, puisi baru dibedakan atas:

* Balada adalah puisi berisi kisah/cerita.
* Himne adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan.
* Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa.
* Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup.
* Romance adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih.
* Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan.
* Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik.

Read More......